Minggu, 20 Januari 2013

SEJARAH BERDIRINYA KRATON YOGJAKARTA


Menurut kitab Babad Tanah Jawi diceritakan sebelum berdirinya kraton Ngayogyokarto Hadiningrat, satu satunya kraton (kerajaan) dibumi mataram adalah Kasunanan Kartosuro, namun setelah perjanjian Gianti atau Meja Bundar yang ditandatangani pada tanggal 13 Pebruari 1753, maka sejak saat itu Kasunanan Kartosuro dipecah menjadi dua.
Apa yang  menyebabkan kraton  Kasunanan Kartosuro pecah menjadi dua ?.

Asal mula perpecahan ini dimulai ketika Paku Buwono II (Kakak Pangeran Mangku Bumi) jumeneng menjadi Raja Kartosuro, Beliau kurang cakap dalam mengendalikan roda pemerintahan sehingga pamor kraton mulai meredup dan saat Beliau memerintah pada than 1740 ~ 1743 terjadi pemberotakan besar besaran yang dilakukan oleh orang orang cina yang dalam sejarah dikenal dengan istilah “ Geger Pacino” Pada saat itu kraton Surokarto dihancurkan oleh orang orang cina. Paku Buwono II tampaknya tidak mampu mengatasi dahsyatnya pemberontakan itu, maka satu satunya jalan yang ditempuh pada saat itu adalah meminta bantuan kepada kumpeni Belanda atau VOC. Pihak Belanda bersedia membantu Paku Buwono II dan akhirnya Belanda berhasil memadamkan pemberontakan tersebut.

Akibat pemberontakan itu kota Kartosuro beserta kratonnya hancur total, tidak lama kemudian kraton Kartosuro dipindah ke Solo yang sekarang kita kenal dengan sebutan kraton Kasunanan Surakarta. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan pihak Belanda menagih janji kepada Paku Buwono II untuk membayar “balas jasa” atas keberhasilan memadamkan pemberontakan tersebut. Menurut catatan sejarah Paku Buwono II harus menyerahkan kepada Belanda antara lain :

Pulau Madura, Surabaya, Pasuruan dan sekitarnya.
Rembang, Jepara, Ambarawa, Semarang dan sekitarnya.
Daerah pesisir dan sungai Bengawan Solo serta Kali Brantas.
Disamping itu untuk mengangkat Pepatih Dalem harus mendapat ijin terlebih dahulu
dari   pihak Belanda. dan lebih parahnya lagi pada tanggal 11 Desember 1749
ketika Paku Buwono II hendak mangkat, malah Beliau menyerahkan kendali
pemerintahan Kraton Surakarta kepihak Belanda.

Mengetahui  tuntutan Belanda yang sedemikian rupa maka Pangeran Mangku Bumi yang konon  pada saat itu menjadi penasehat sekaligus adik Paku Buwono II merasa keberatan, apalagi dia pernah dipermalukan didepan umum oleh Gubernur Jendral Van Imhoff. Maka dia memutuskan untuk pergi meninggalkan kraton. Dia berkesimpulan bahwa semua kekacauan yang ada di Kraton Surokarto sumbernya adalah kumpeni Belanda. Kemudian dia bergabung dengan Raden Mas Said atau pangeran Samber Nyowo untuk bergerilya melawan Belanda.

Beberapa saat kemudian Belanda mengangkat Paku Buwono III (Putra PB II) menjadi Sri Sultan yang nota bene merupakan bonekanya Belanda. Pada saat yang sama Pangeran Mangku bumi juga dinobatkan oleh pengikutnya menjadi Sri Sultan. Menurut cerita ketika PB III diangkat menjadi Sultan, para bangsawan maupun petinggi yang hadir sangat sedikit sedangkan yang menghadiri penobatan Pageran Mangku Bumi yang hadir sangat banyak tidak hanya bangsawan, petinggi namun ribuan rakyat datang berbondong bondong ikut menyaksikan.

Ketika mengadakan perang gerilya bersama Pangeran Samber Nyowo disekitar sungai Bogowonto banyak  tentara kumpeni Belanda yang mati termasuk komandannya. Pihak Belanda akhirya merasa kuwalahan dan tidak mampu menghadapinya. Disamping itu dikarenakan tidak adanya dana untuk perang dan jumlah prajurit yang tinggal sedikit, pihak Belanda akhirnya mengambil jalan meminta Pangeran Mangku Bumi supaya mau berunding secara damai di Salatiga yang dalam sejarah dikenal dengan perjanjian Gianti atau perjanjian meja bundar. Pada saat itu yang hadir dan ikut menandatangani perjanjian adalah PB III, Pangeran Mangku Bumi dan dari pihak Belanda diwakili oleh Mr. N. Hartnigh, gubernur dan direktur Jawa utara. Akibat perjanjian itu wilayah kekuasaan kraton Surakarto dipecah menjadi dua yaitu kraton Kasultanan Surokarto yang sekarang berada di kota Solo diberikan kepada Paku Buwono III dan kraton Kasultanan Ngayogyokarto Hadiningrat yang berada di kota Yogyakarta diberikan kepada Pangeran Mangku Bumi.

Setelah mendapat separo bagian kekuasaan maka segera Pangeran Mangku Bumi mendirikan Kraton Kasultanan Ngayogyokarto Hadinigrat pada tahun 1756 dengan bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I. Pada mulanya  kraton Yogyakarta ini didirikan di desa Gamping yang berjarak 4 km sebelah barat kota Yogyakarta, tepatnya disebelah barat sungai Bedog. Kraton yang didirikan Sultan tersebut diberi nama Ambar Ketawang. Ditempat ini Sri Sultan masih belum sreg, kemudian Beliau mencari tempat lain yang lebih baik lagi untuk dijadikan Ibu kota sekaligus pusat pemerintahan Kesultanan Ngayogyokarto.

Pada saat itu keadaan kota Yogyakarta belum seperti sekarang, namun masih berupa hutan yang lebat dan akhrinya setahun kemudian Sultan menemukan tempat yang cocok yaitu di hutan Beringan. Setelah membabat alas kemudian Kraton dipindahkan kesini dan sejak saat itu Beringan lambat laun semakin ramai dan menjadi ibu kota yang sekarang dikenal dengan nama Yogyakarta. Untuk mengenang ini, nama hutan Beringan dijadikan nama sebuah pasar yang paling besar di Yogyakarta yaitu pasar Bering harjo.

Adapun Sultan yang memerintah Kraton Yogyakarta sekarang ini adalah Bendoro Raden Mas Herjuno Darpito yang bergelar Sri Sultan HB X. Beliau ini merupakan generasi yang kesepuluh. Didalam memerintah Kraton Yogyakarta Beliau didampingin seorang permaisuri tanpa seorang selirpun yaitu Bendoro Raden Ayu Tatik Mangku Bumi yang bergelar Gusti Kanjeng Ratu Hemas. Dalam catatan sejarah Kraton Yogyakarta Beliaulah satu satunya Sultan atau Raja yang menganut paham monogami tidak seperti pendahulu pendahulunya seperti HB I Beliau mempunyai  2 orang permaisuri dan 23 selir, putranya 32 orang. HB II mempunyai 4 permaisuri dan 24 selir, putra putrinya 80 orang. Jadi bisa kita bayangkan bagaimana sibuknya dan repotnya HB I dan HB II mengurus permaisuri dan para selirnya.

Putra Dalem Sri Sultan HB X ada 5 orang, semuanya perempuan. Dan sekarang ini Sri Sultan HB X selain memangku jabatan sebagai raja Kraton Yogyakarta, Beliau juga memangku jabatan sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang bertanggung jawab langsung kepada pemerintah pusat RI.



1 komentar: