Labuhan berasal dari kata
labuh, melabuh yang artinya melempar atau membuang sesaji yang mengapung dilaut
atau disungai. Tradisi melabuh atau labuhan
itu merupakan peninggalan Panembahan Senopati, Raja Mataram yang hingga
sekarang masih dilestarikan oleh masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya khususnya
anak keturunan Panembahan Senopati.
Upacara labuhan ini senantiasa
dikaitkan dengan Kanjing Ratu Roro
Kidul, panguasa laut selatan. Menurut riwayat babad tanah jawi diceritakan tatkala
Panembahan Senopati bersemedi di Pantai Parang Kusumo keadaan pantai selatan
tiba tiba menggelora dengan hebat sehingga Ratu Roro Kidul keluar untuk mencari
tahu apa gerangan yang menyebabkan kratonnya porak poranda. Ternyata ada
seorang ksatria yang sakti mandraguna sedang bersemedi ditepi pantai Parang Kusumo. Kemudian Ratu
Pantai Selatan minta supaya semendinya dihentikan dan Beliau bertanya kepada
Panembahan Senopati apa maksud dan tujuan dari semedinya itu. Kemudian Senopati
menyampaikan maksudnya yang tiada lain
kecuali minta bantuan keselamatan secara spiritual apa bila terjadi mara bahaya
sewaktu waktu akan menimpa dirinya. Ratu Roro Kidul menyanggupi untuk membantu
Panembahan Senopati bahkan hingga anak keturunannya kelak namun dengan satu syarat
yaitu harus mau menikah dengan Ratu Roro Kidul. Itulah sebabnya setiap tahun
diadakan upacara labuhan selalau diletakkan sesaji dipetilasan yaitu diatas
sebuah gundukan batu ditepi Pantai Parang Kusumo yang jaraknya kurang lebih lima
ratus meter dari bibir pantai, tempat dimana Ratu Roro Kidul dan Panembahan
Senopati pernah bertemu untuk saling mengikat janji.
Apa saja sesaji yang dilarung
dipantai selatan ? Sesaji yang dilarung biasanya berupa potongan kuku, rambut
serta pakaian Sultan, minyak dan uang sebesar Rp.500,- yang diletakkan diatas
petilasan tadi kemudian oleh Abdi Dalem Penghulu Kraton dio’ai selanjutnya
diangkat dan dibawah ketengah laut, oleh para Abdi Dalem kemudian dilemparkan
dan hanyut dibawa ganasnya gelombang pantai selatan.
Karena upacara ini merupakan
upacara yang terbuka untuk umum, maka banyak pengunjung yang menyaksikan selain
peserta upacara sendiri juga wisatawan dalam dan luar negeri. Sesaji yang
dilabuh tadi sebagian ada yang terbawa arus hingga ketengah laut sebagian yang
kembali kepantai menjadi rebutan pengunjung. Sebagian besar orang percaya
barang yang dilabuh dan kembali kepantai tadi bisa membawa berkah keselamatan
dan keberuntungan bagi keluarganya.
Upacara labuhan ini biasanya
diadakan setiap tahun sekali untuk memperingati jumenengnya (naik tahtanya) Sri
Sultan. Tempatnya tidak hanya di Pantai
Parang Kusumo namun juga di lereng Gunung Merapi yang dipimpin oleh mbah
Marijan almarhum dan juga di Gunung Lawu.
Adapun upacara labuhan itu ada
tiga macam yaitu :
~ Labuhan ageng, diselenggarakan
setiap delapan tahun sekali pada bulan Ba’do Mulud (Robiul akhir) guna
memperingati penobatan raja (Jumenengan Dalem).
~ Labuhan tengahan, deselenggarakan
tiap empat tahun sekali
~ Labuhan alit diadakan setiap
tahun sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar