Senin, 04 Februari 2013

UPACARA LABUHAN



Labuhan berasal dari kata labuh, melabuh yang artinya melempar atau membuang sesaji yang mengapung dilaut atau disungai. Tradisi  melabuh atau labuhan itu merupakan peninggalan Panembahan Senopati, Raja Mataram yang hingga sekarang masih dilestarikan oleh masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya khususnya anak keturunan Panembahan Senopati.


Upacara labuhan ini senantiasa dikaitkan dengan Kanjing Ratu  Roro Kidul, panguasa laut selatan. Menurut riwayat babad tanah jawi diceritakan tatkala Panembahan Senopati bersemedi di Pantai Parang Kusumo keadaan pantai selatan tiba tiba menggelora dengan hebat sehingga Ratu Roro Kidul keluar untuk mencari tahu apa gerangan yang menyebabkan kratonnya porak poranda. Ternyata ada seorang ksatria yang sakti mandraguna sedang bersemedi  ditepi pantai Parang Kusumo. Kemudian Ratu Pantai Selatan minta supaya semendinya dihentikan dan Beliau bertanya kepada Panembahan Senopati apa maksud dan tujuan dari semedinya itu. Kemudian Senopati menyampaikan maksudnya yang  tiada lain kecuali minta bantuan keselamatan secara spiritual apa bila terjadi mara bahaya sewaktu waktu akan menimpa dirinya. Ratu Roro Kidul menyanggupi untuk membantu Panembahan Senopati bahkan hingga anak keturunannya kelak namun dengan satu syarat yaitu harus mau menikah dengan Ratu Roro Kidul. Itulah sebabnya setiap tahun diadakan upacara labuhan selalau diletakkan sesaji dipetilasan yaitu diatas sebuah gundukan batu ditepi Pantai Parang Kusumo yang jaraknya kurang lebih lima ratus meter dari bibir pantai, tempat dimana Ratu Roro Kidul dan Panembahan Senopati pernah bertemu untuk saling mengikat janji.

Apa saja sesaji yang dilarung dipantai selatan ? Sesaji yang dilarung biasanya berupa potongan kuku, rambut serta pakaian Sultan, minyak dan uang sebesar Rp.500,- yang diletakkan diatas petilasan tadi kemudian oleh Abdi Dalem Penghulu Kraton dio’ai selanjutnya diangkat dan dibawah ketengah laut, oleh para Abdi Dalem kemudian dilemparkan dan hanyut dibawa ganasnya gelombang pantai selatan.

Karena upacara ini merupakan upacara yang terbuka untuk umum, maka banyak pengunjung yang menyaksikan selain peserta upacara sendiri juga wisatawan dalam dan luar negeri. Sesaji yang dilabuh tadi sebagian ada yang terbawa arus hingga ketengah laut sebagian yang kembali kepantai menjadi rebutan pengunjung. Sebagian besar orang percaya barang yang dilabuh dan kembali kepantai tadi bisa membawa berkah keselamatan dan keberuntungan bagi keluarganya.

Upacara labuhan ini biasanya diadakan setiap tahun sekali untuk memperingati jumenengnya (naik tahtanya) Sri Sultan.  Tempatnya tidak hanya di Pantai Parang Kusumo namun juga di lereng Gunung Merapi yang dipimpin oleh mbah Marijan almarhum dan juga di Gunung Lawu.

Adapun upacara labuhan itu ada tiga macam yaitu :
~ Labuhan ageng, diselenggarakan setiap delapan tahun sekali pada bulan Ba’do Mulud (Robiul akhir) guna  memperingati penobatan raja (Jumenengan Dalem).
~ Labuhan tengahan, deselenggarakan tiap empat tahun sekali
~ Labuhan alit diadakan setiap tahun sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar