Bapak Ibu jama’ah sholat subuh masjid Al Ma’ruf yang dimuliakan Allah, yang
pertama mari kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan kepada kita begitu banyak nikmat, diantaranya nikmat yang berupa
iman dan Islam, nikmat sehat serta kesempatan. Marilah kita wujudkan rasa
syukur itu dengan senantiasa meningkatkan iman dan ketakwaan kita kepada Allah
SWT yaitu dengan mengerjakan apa saja yang menjadi perintah Nya dan menjauhi
semampu mungkin apa yang menjadi larangan Nya dan pada kesempatan ini marilah
kita berdo’a memohon kepada Allah semoga serangkaian amal ibadah kita yang kita
awali dibulan Romadhon ini baik yang berupa sholat, puasa, sodaqoh hingga akhir
Romadhon kelak diterima Allah SWT, Allahuma amin.
Yang kedua Alhamdulilah pula, kita masih tetap sehat sehinga bisa menjalankan ibadah puasa tahun ini yang insya Allah hari ini telah memasuki hari yang ke 8, namun sejenak marilah kita hitung sudah barapa banyak para ustadz telah memberikan mauidhoh hasanah, nasehat nasehat untuk segera melakukan amal kebaikan, kalau dalam sehari kita mendapatkan dua kali ceramah berarti sampai hari ini kita telah mendapatkan siraman rohani sebanyak 16 kali belum lagi ditambah sholat Jum’at dua kali jadi totalnya sudah 18 kali, pertanyaannya sudahkan dari sekian banyak mauidhoh hasanah tersebut telah kita laksanakan, satu saja ?
Alhamdulilah belum ya ? jadi kalau begitu materi kuliah subuh kali ini
tidak usah jauh jauh, sekarang mari kita bahas masalah tersebut dengan mencari
jawabannya mengapa kita kita ini sebagai audiens, sebagai obyek da’wah masih
enggan atau tidak mau mengamalkan nasehat tersebut.
Ada sebuah kalimat yang sering disampaikan oleh
para ulama salaf, kata para ulama tersebut : “ Orang yang
bijak itu adalah orang yang mau mendengarkan nasehat orang lain, biarpun dari mana saja datangnya nasehat itu entah dari
para ulama, umaroh ataupun orang lain yang tidak kita
kenal sama sekali. Orang yang bijak itu akan mengambil
nasehat yang baik dan meninggalkan yang jelek. Nasehat itu ibaratnya mutiara biarpun itu datangnya dari mulut orang yang derajatnya lebih rendah menurut
ukuran kita tetaplah mutiara, maka ambillah yang baik dan buanglah yang
jelek. Sebaliknya orang yang tidak bijaksana adalah orang yang apabila diberi
nasehat biarpun itu orang tuanya sendiri yang menasehati tidaklah ia akan pernah melaksanakan, nasehat itu sekedar masuk
telinga kiri keluar telinga kanan.
Kalau orang sudah mendengarkan nasehat kemudian enggan untuk
mengamalkannya maka boleh dikata orang
tersebut tak ada bedanya dengan umat
nabi Musa, yaitu Bani Israil. Bani Israil itu kalau diberi
nasehat mereka akan berkata : “ Sami’na wa asoina “ artinya ya nabi saya
mendengarkan dan kami tidak akan melaksanakan. Seharusnya bagaimana ?
Seharusnya mengatakan Sami’na wa ato’na artinya : “ Ya nabi kami mendengarkan
dan kami akan melaksanakan”. Orang yang tidak mau melaksanakan nasehat untuk
segera melakukan perbuatan baik termasuk orang yang merugi, bahkan menurut
ustadz Drs. H. Choirul Anam dari Pondok pesantren Safinatul Huda Rungkut Surabaya dalam salah satu ceramahnya beliau menyitir dari kitab
tasawuw Al Hikam dengan mengatakan : “
Orang yang menunda nunda untuk berbuat baik itu bukan saja termasuk orang yang
merugi tetapi termasuk orang gila (gendeng)”
Bapak Ibu yang dirahmati Allah sebelum saya melanjutkan ceramah saya barangkali kalau boleh saya mengajukan pertanyaan, Pingin enggak Bapak Ibu amal ibadah puasanya tahun ini diterima oleh Allah SWT ? Kalau Bapak Ibu pingin syaratnya cuma satu yaitu dengan segera mengamalkan nasehat nasehat tersebut, satu saja asal istiqomah insya Allah puasa Bapak dan Ibu akan diterima Allah.
Dengan mengamalkan nasehat tersebut berarti kita telah berusaha untuk
mencapai tujuan pokok dari perintah puasa Romadhon yaitu agar kita menjadi orang yang tataqun. namun Bapak Ibu kalau mau memperhatikan dengan seksama kandungan ayat tersebut (QS 2 : 183) maka akan kita dapati kalimat taroji yang bunyinya la ala. kalimat ini merupakan kalimat pengharapan, agar kalian...
menjadi orang yang bertakwa. Jadi artinya tidak semua orang yang menjalankan
ibadah puasa itu pasti diterima puasanya, belum tentu, jadi harus ada ikhtiar
dulu yang sungguh sungguh baru kita akan memperoleh derajat tataqun.
Dengan ikhtiar ini pula Bapak dan Ibu akan tahu dan akan merasakan sendiri
apakah puasanya diterima atau tidak, kapan itu ? yaitu sesudah bulan Ramadhan
berakhir. Bagaimana kita tahu atau merasa puasa kita diterima ? yaitu ketika
kita merasa senang adanya perubahan perilaku kita. Kalau dulu, sebelumnya kita
termasuk orang yang bakhil, setiap kali datang pengemis kerumah kita tolak, setiap datang pengamen kita usir,
setiap datang orang minta sumbangan kita bersembunyi, setelah berikhtiar
sungguh sungguh akhirnya kita menjadi orang yang dermawan. Itu tanda tanda
puasa kita diterima. Kalau yang tadinya kita dikenal sebagai orang yang
temperamen. mudah marah, setiap kali istri terlambat melayani marah, orang lain
ngomong tidak sependapat marah setelah berusaha sungguh sungguh kemudian kita menjadi
orang yang penyabar. Setiap kali ada orang salah belum sampai orangnya
meminta maaf kita sudah lebih dulu memaafkannya. Itu juga tanda tandanya puasa
kita diterima. Kalau dulu kita termasuk orang yang mudah bohong setelah
berusaha sungguh sungguh akhirnya kita menjadi orang yang jujur itu juga tanda
tandanya puasa kita mabrur. Akhirnya saya berharap mudah mudahan kita semua tidak termasuk orang gila sebagaimana judul khotbah diatas, Allahuma amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar